Dalam tulisan yang diterbitkan oleh kampusked.com hampir tidak ada yang menceritakan kehidupan perkuliahan seperti mata kuliah, dosennya, cara belajar yang baik, atau idealnya seperti sebuah situs kampus. Untuk masalah tersebut saya sebenarnya maklum, pasalnya semua redakturnya telah melakukan pendurhakaan terhadap kampusnya. Hampir seluruhnya, alhamdulilah baru bisa memakai baju toga di umur 12 semester lebih, paling Noval Irmawan yang notabene junior masih punya harapan untuk tidak mendurhakai kampus dengan lulus predikat 12+, namun, melihat treck record‘nya dalam perkuliahan dan doa redaktur sekalian, kami meyakini bahwa dia juga akan bernasib sama.

Tofa Kamil adalah yang paling senior, meskipun sedang S2, namun gelar S1 baru diperolehnya di level 12. Harap maklum, daripada melihat kelihaiannya dalam kuliah, dia lebih mahir bermain game onet. Bahkan prestasinya dalam onet belum terkalahkan oleh mahasiswa se-kampusnya. Benar-benar mahasiswa yang tidak patut dicontoh sama sekali, kecuali ada yang mau bernasib sama. Meskipun demikian, Tofa adalah seorang imam besar di masjid kecil.

Zulfikar Abdullah? aduh saya sedikit tidak enak untuk menceritakaannya dengan kejujuran dari hati yang paling dalam. Saya lebih baik merahasiakan statusnya dalam bangku kuliah. Alasannya agar tidak terjadi kerusuhan dalam tubuh redaksi kampusked.com. Coba bayangkan, kalau publik tahu bahwa dia sudah 13 semester namun belum lulus? pasti dirinya sangat malu, maka lebih baik merahasiakan kedurhakaannya kepada kampusnya dari khalayak banyak.

Si Zul mungkin lebih suka untuk ber-wara wiri membuat puisi atau tulisan konyol daripada kuliah. Keahliannya dalam berseni memang tak diragukan lagi di lingkungan keluarga kecilnya, tapi, lingkungan tetangga sebelahnya tak ada yang kenal. Meskipun demikian, saya selalu menghormatinya dengan ejekan yang nyiyir tentang kedurhakaanya pada kampus

Noval Irmawan, dia yang paling aman. Dirinya masih duduk di bangku 7, sehingga dirinya paling suci dari kedurhakaan kepada kampus. Apalagi melihat kegigihanya yang tanpa tanding, ikut kredit semester pendek 10 Mata Kuliah. Namun sayang, ternyata hanya selesai tak sampai setengahnya saja. Benar-benar jalang anak ini, kedurhakaanya di masa yang akan datang sudah sangat terlihat.

Kalau saya? masih duduk di jajaran 11. Lumayan durhaka memang, tapi saya yakin bahwa kampus akan memaafkanku. Padahal saya sudah memberikan solusi kepada kampus untuk menghetikan kedurhakaan mahasiswanya yang tidak lulus tepat waktu, yaitu agar skripsi untuk diganti ujian nasional saja. Namun kampus tidak menerimanya. Kadang kampus juga terlalu serius sih, tak memperhatikan kita yang berfikir out of the book.

Dalam kedurhakaan ini, kami tak penah sedikit pun menyesalinya. Pasalnya semua sudah garis takdir yang diberikan Tuhan. Kita hanya redaktur yang fana, tak seperti MUI yang mampu mengeluarkan fatwa keabadiannya. Kita mah apa atuh. Meskipun nantinya jika kedurhakan kami akan dianggap sesat dan kafir, kami siap untuk mengucap shahadat kembali.

Kita bukan emak-emak sang raja jalanan, yang biarpun lampu sen berkedip sebelah kanan, namun mereka sah untuk belok ke arah kiri, begitu sebaliknya. Meskipun demikian, wanita selalu benar. Kita belum bisa menjadi raja kampus yang tanpa membuat skripsi bisa wisuda. Bukan salah kami atas kedurhakaan ini. Sungguh asyiknya saat kami mengetik untaian kata di Kampusked, lebih dari pada mengetik skripsi untuk kampus. Oh kampus, maafkan hambamu yang fana ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here